Saturday, November 28, 2009

Hanya Rata-rata


Aku hanya rata-rata
.

Aku tidak sempurna. Sadar kalau aku hanyalah makhluk ciptaan. Segala hal yang aku perbuat pasti ada cacatnya. Tidak pernah aku melakukan sesuatu yang sempurna. Daripada memilihku, lebih baik memilih orang lain yang lebih baik daripada aku. Aku hanyalah rata-rata. Segala hal yang aku miliki hanyalah rata-rata. Tidak ada sesuatu yang lebih. Tidak ada sesuatu yang dapat dibanggakan.

Berusaha lebih baik lagi. Sangat sering aku lakukan. Tapi hasilnya???
Seperti pabrik boneka, ketika memasukkan boneka sepertiku ke dalam proses produksi, mungkin aku boneka yang ada cacatnya. Mungkin ada sedikit goresan di muka, Warnanya tidak merata, Jahitannya ada yang longgar atau mungkin tanpa kaki atau tangan.
Tidak sempurna, sehingga harus dieliminasi untuk terjun ke Retailer.

Pada awalnya aku terlalu sombong sebelum aku melakukan banyak hal. Melihat ada suatu hal yang ingin aku lakukan. Pasti aku berkata "Hal seperti ini aku bisa lakukan" Meski aku sering mendengar banyak orang yang berkata "Ini memang sulit dilakukan, tapi tetap berusahalah". Aku hanya menganggap remeh. Yang namanya 'Aku' pasti bisa melakukannya dengan mudah. Menghadapi persoalan hingga selesai.
Kenyataannya tidak demikian. Masalah itu ada dan aku tidak tahu bagaimana menyelesaikannya. Meskipun aku hanya rata-rata sikap perfeksionis pun berkembang di dalam diriku.

Aku tidak bisa seperti orang lain. Di mana orang lain memiliki banyak kelebihan yang menonjol. Bisa membuat orang-orang nyaman bersamanya. Sedangkan aku? Di dalam pertemanan saja aku pasti membuat diriku bertengkar dengan orang lain. Di dalam studi, aku selalu berusaha untuk mendapatkan nilai terbaik tapi ternyata aku hanya mendapat nilai rata-rata. Di dalam kerohanian, aku baru sampai tahap bertumbuh belum berbuah. Apa mungkin aku tidak berbuah selamanya?

Itu semua, karena aku masih belum MELAKUKAN YANG TERBAIK.

Jawaban yang sederhana dan simple. Namun untuk dilakukan terlalu sulit dan ada banyak godaan. Mungkin kita hanya bisa menjalankan cuma separuh jalan.

Ada pertanyaan demikian,
"Apa lawan dari Sempurna?"
Jawabannya adalah,
"Baik."
Kenapa bisa demikian, kalau kita bilang :
"Seminarku berjalan dengan baik."
"Ipkq dapet 3,2"
"Organisasiku lancar-lancar saja."

Semuanya itu baik bukan. Tapi sebenarnya kita bisa melakukan lebih dari pada itu. Kita sebenarnya bisa membuat seminar yang benar-benar luar biasa, di mana banyak orang yang mempelajari banyak hal di dalamnya. IPK 3,2 bisa dibilang baik, kalau kita belajar sungguh-sungguh atau belajar dari pengalaman kakak kelas atau kita selalu mendengarkan dosen di kelas tanpa ribut sendiri, bosan, ngantuk kita bisa dapet Ipk yang lebih bagus lagi mungkin saja dapet 4. Kita bisa bilang kalau organisasi yang kita pimpin itu lancar-lancar saja, kita tidak tahu bagaimana yang dialami oleh anggota-anggota kita, kinerja kita, hambatan-hambatan, justru kalau tidak tahu apa-apa seperti ini apa bisa dibilang kalau lancar-lancar saja?

Jangan pernah kita takut, ketika kita sudah benar-benar melakukan yang terbaik, tetapi usaha itu ternyata belum cukup. Kecewa, marah, putus asa, menyerah pasti ada. Tapi bukan berarti kita berargumen bahwa kita tidak bisa melakukannya. Mungkin kita perlu belajar dari ilustrasi ini :

Ada seorang dokter muda lulusan fakultas kedokteran yang terkenal, ketika menghadapi pasien pertamanya ada rasa sangsi, dia takut kalau pasien ini tidak sembuh. Tapi dia tetap berusaha hingga akhirnya pasien ini akhirnya bisa sembuh. Begitu pula dengan pasiennya yang kedua dan seterusnya. 4 tahun kemudian, sudah terhitung ratusan pasien yang ditanganinya. Suatu kali, ada pasien anak kecil yang menderita usus buntu. Sebelumnya dia juga mengatasi penyakit itu berulang-ulang. Apalagi stadiumnya masih tahap awal dan ringan. Namun, 3 minggu kemudian pasca operasi tiba-tiba kondisi tubuh anak ini turun drastis. Tubuhnya menolak obat-obat yang diminumkan ke anak ini sehingga penyakitnya semakin parah. Dokter ini berusaha sekuat tenaga untuk menangani anak ini, tapi anak ini akhirnya koma dan meninggal.

Apakah dokter ini akan mencabut izinnya sebagai dokter karena telah gagal menyelamatkan anak kecil ini? Apakah dokter ini tidak lagi menangani pasien yang terkena usus buntu? Dokter ini pun juga menyesal karena telah gagal menolong anak kecil ini, meskipun dia telah mengusahakan yang tebaik. Tapi, meskipun usaha terbaik itu ternyata belum cukup dia tidak menyerah untuk terus menolong orang banyak yang menderita penyakit karena komitmennya untuk menolong semua pasien baik tua maupun muda, miskin maupun kaya, cantik/tampan maupun jelek.

Jangan bersungut-sungut, apalagi menyerah. Karena rancangan Tuhan indah pada waktuNya.

No comments:

Post a Comment